Connect with us

Nasional

Polemik Sampurasun Makin Pelik, Ini Kata Dedi Mulyadi

Published

on

Polemik Sampurasun - Bupati Purwakarta - Dedi Mulyadi

Nama Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi menjadi bagian penting terkait Polemik Sampurasun. Dalam pemberitaan, sikap Imam Besar Front Pembela Islam (FPI), Muhammad Rizieq Shihab, yang mempelesetkan salam Sunda ‘Sampurasun’  menjadi “Campur Racun’, merupakan kritikan tindakan Dedi yang jauh dari nilai ke Islaman.

Kenapa? Karena menurut Rizieq melalui laman pribadinya Rabu (25/11), Dedi Mulyadi memang bukan sedang memasyarakatkan kesantunan salam Sunda ‘Sampurasun’, tapi dia memang sedang merusak umat Islam Purwakarta dengan ‘Campur Racun’, yaitu meracuni aqidah umat dengan aneka perbuatan ‘Syirik’.

Ucapan Sampurasun yang dibudayakan oleh Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi sah-sah saja dilakukan. Hal tersebut sama halnya dengan ucapan selamat pagi, selamat malam, dan ucapan salam lainnya.

Namun terkait polemik sampurasun ini, Rizieq menentang jika pelestarian budaya tersebut malah menjauhkan umat dari nilai nilai keislaman.

Masalah yang dianggap oleh Rizieq bukan persoalan pelestarian budaya. Tetapi Rizieq mengkirtisi sikap Dedi yang malah meminggirkan Assalamualaikum sebagai sapaan yang Islami. Apalagi, menurut Rizieq hal ini didukung oleh kebijakan yang ditelurkan oleh Dedi yang dinilai Rizieq menjauhkan umat dari nilai islami.

Dedi membuat Perbup (Peraturan Bupati) tentang larangan ceramah provokatif yang menentang kebijakannya. Dedi juga menganjurkan agar siapa yang mau selamat lewat di jalan Tol Cipularang agar menyebut nama Prabu Siliwangi. Dan beberapa tahun lalu, Dedi juga pernah menyatakan bahwa suara seruling bambu lebih merdu daripada membaca Al-Qur’an.

Hal inilah yang dinilai Rizieq tak memenuhi standar keislaman. Ia mengatakan jika memang hendak memurnikan dan mengembalikan kelestarian budaya bukan berarti meminggirkan nilai Islami dan membuat masyarakat menjadi lebih jauh dari nilai keislaman.

Tidak hanya itu, sang Habib juga menuding bahwa Dedi Mulyadi telah melamar Nyi Roro Kidul dan mengawininya. Kemudian Dedi pun ditengarai membuat kereta kencana yang konon untuk dikendarai tokoh mistis itu.

Menyikapi hal ini, Dedi Mulyadi selaku tokoh yang menjadi alasan kenapa sang Habib sampai mempelesetkan ‘Sampurasun’ menjadi ‘Campur Racun, memberi jawaban secara lugas bahwa tudingan tersebut tanpa dasar yang jelas.

“Saya meminta agar Habib Rizieq tidak menilai seseorang secara kasat mata. Karena, keimanan manusia bukan dinilai oleh manusia, tapi hanya Allah yang mengetahuinya. Keimanan seseorang itu tidak bisa dilihat dari kasat mata,” ujar Dedi, Kamis (26/11/2015) kepada Wartawan.

Dedi lantas meminta pembuktian atas tudingan Habib Rizieq itu. Bahkan soal tudingan menikahi Nyi Loro Kidul, Dedi meminta pembuktian agar Rizieq bisa menunjukkan bukti dimana dia menikahi Ratu Pantai Selatan itu.

“Barangkali Habib bisa membuktikan saya menikah dengan Nyi Roro Kidul, kalau tahu tunjukan di Kantor Urusan Agama mana?” lanjut Dedi.

Dalam kaitan polemik sampurasun ini Dedi mengatakan, Habib Rizieq sebaiknya sebelum berbicara dan membuat pernyataan ke publik, lebih dulu memahami kosmologi kebudayaan yang majemuk di Indonesia.

“Habib Rizieq juga mestinya dapat memahami dulu kosmologi kebudayaan, tentang makna Nyi Roro Kidul dari falsafah,” ungkapnya.

Bupati yang juga Budayawan Sunda ini juga mengingatkan Habib Rizieq, kalau saat ini hidup dan tinggal di Indonesia, negara yang memiliki kosmologi budaya sebagai kekayaan bangsa. Sehingga, dalam memaknai sesuatu tidak bisa hanya menggunakan satu dimensi atau memaksakan pemikiran pribadi.

“Harus diingat, dan jangan lupa. Bahwa pada saat ini Habib Rizieq tinggal di negara yang memiliki kosmologi budaya, sehingga jangan memandang Indonesia dari satu dimensi,” jelas Dedi.

Soal empat kereta kencana yang dibuatnya lalu ditempatkan di bagian selasar gedung negara, Dedi menjelaskan ia memberikan alasan hanya sebagai simbol sebagaimana terdapat di Keraton Yogya dan Sola. Ada pun filosofi yang terkandung dalam keempat kereta kencana tersebut yakni lidah, mata, hidung, dan telinga.

“Tidak boleh dikendarai oleh siapa pun, maknanya, karena lidah, mata, telinga dan hidung itu tidak boleh dikendarai atau ditumpangi oleh sikap iri dan dengki,” kata Dedi.

Makna Sampurasun

Tidak hanya itu, Diunggah melalui laman Facebooknya, Rabu, 25 November 2015, bupati yang juga budayawan Sunda itu menjelaskan secara gamblang tentang Sampurasun. Tulisan yang diunggahnya diberi judul “Catatan Kecil Sampurasun”.

Berikut isi tulisan Dedi Mulyadi tentang penjelasan arti Sampurasun:

“Catatan Kecil Makna “Sampurasun”

Sampurasun berasal dari kalimat “sampurna ning ingsuh” yang memiliki makna “sempurnakan diri anda”. Kesempurnaan diri adalah tugas kemanusiaan yang meliputi penyempurnaan pandangan, penyempurnaan pendengaran, penyempurnaan penghisapan, penyempurnaan pengucapan yang semuanya bermuara pada kebeningan hati. Pancaran Kebeningan hati akan mewujud sifat kasih sayang hidup manusia maka orang sunda menyebutnya sebagai ajaran siliwangi, silih asah, silih asih, silih asuh.
Ketajaman inderawi orang sunda dalam memaknai sampurasun melahirkan karakter waspada permana tinggal (ceuli kajaga ku runguna, panon kajaga ku awasna, irung kajaga ku angseuna, letah kajaga ku ucapna yang bermuara pada hate kajaga ku ikhlasna) waspada permana tinggal bukanlah sikap curiga pada seluruh keadaan tetapi merupakan manifestasi dari sosok perilaku sunda yang deudeuhan welasan, asihan, nulung kanu butuh nalang kanu susah nganteur kanu sieun nyaangan kanu poekeun) selalu bersikap tolong menolong pada sesama hidup.
Sikap ini melahirkan budaya gotong royong yang dilandasi semangat sareundeuk saigel sabobot sapihaeuan, ka cai jadi saleuwi ka darat jadi salogak, sistem komunalitas yang bermuara pada kesamaan titik penggerak pada sang Maha Tunggal Penguasa Seluruh Kesemestaan.
Memusatkan seluruh energi kemanusiaan pada KemahaTunggalan Allah Penguasa Alam Semesta melahirkan karakter peng-aku-an dalam diri orang sunda hirup ukur sasampeuran awak ukur sasampayan sariring riring dumadi sarengkak saparipolah sadaya kersaning Gusti Nu Maha Suci, sifat totalitas ini melahirkan sosok yang bernama Rawayan Jati Ki Sunda.

Garuda Citizen truly of Indonesia » politik, hukum, sosial, wisata, budaya, dan berbagai berita peristiwa menarik dan penting untuk dibaca.

Continue Reading
Advertisement
3 Comments

You must be logged in to post a comment Login

Leave a Reply