Connect with us

Opini

Ketika Institusi dan Media Jadi Sumber HOAX, Kita Bisa Apa?

Published

on

Ketika Institusi dan Media Jadi Sumber HOAX, Kita Bisa Apa

Pada jaman orde baru, semua media dikontrol agar sesuai dengan keinginan pemerintah. Setelah reformasi, media dilepas sebebas-bebasnya, dan mungkin sekarang sudah tidak lagi sesuai dengan cita-cita awal: media untuk menyampaikan informasi yang benar.

Gambar di atas hanyalah contoh bahwa media mainstream bisa sangat masuk angin. Saya tidak punya kesimpulan lain kecuali media tersebut menurunkan berita provokatif yang membentuk persepsi negatif. Bahasa kerennya, framming. Sengaja membentuk sebuah berita untuk menciptakan persepsi yang berlebihan. Dalam hal ini, ibunda Jokowi digambarkan seolah glamor.

Mengapa seolah? Sebab beritanya ngaco. Pertama soal menggunakan bus seharga 3 miliar. Dari bahasannya, seolah-olah ibunda Jokowi menghabiskan dana 3 miliar untuk jalan-jalan. Atau minimal membentuk persepsi bermewah-mewahan. Padahal harga bus 3 miliar itu standar. Saya yakin bis patas Jaya Utama jurusan Surabaya-Semarang juga seharga 3 miliaran. Namun karena angka “3 miliar” yang biasapun seolah mewah. Ditambah lagi dengan pengetahuan masyarakat yang masih cukup awam, yang terdengar sumbang pasti 3 miliarnya.

Kalau yang seperti itu dibahas dan dihitung, saya juga sepertinya sangat hedonis dan kaya. Naik pesawat ekonomi paling murah pun sudah ratusan miliar harganya. Bolak-balik naik bus dan kereta eksekutif. Mungkin perlu juga Tribun memberitakan “Pakar Mantan ke Jakarta dengan pesawat seharga 1 triliun.” Hitung juga saya gunakan LRT, tol, dan semuanya. Hahaha

Selain framing dan membentuk persepsi, rupanya Tribun juga memuat berita HOAX. Itu terlihat dari pemberitaan ibunda Jokowi menginap di hotel yang harga perkamarnya 15 juta permalam. Jauh sebelum saya cek ke web pembelian kamar hotel, saya sudah curiga kalau angka tersebut HOAX. Sebab lokasinya ada di Toraja, logika sederhana sana lah, apa iya Toraja sudah semaju Jakarta dan punya hotel dengan tarif 15 juta permalam? Setau saya Jakarta pun belum punya yang seharga itu.

Setelah saya cek, ternyata harga permalamnya hanya 3 juta rupiah untuk weekend dan lebih murah kalau hari biasa. Lah itu kenapa jadi 15 juta? Tanya sama wartawan sapinya.

Mungkin banyak juga yang belum tau apa itu media Tribun. Media ini milik Kompas Gramedia. Cuma yang ada dan mewakili daerah. Mirip seperti Jawapos yang memiliki koran-koran dengan nama “Radar” di depan nama daerahnya.

Artinya apa? Kondisi media kita sudah memprihatinkan. Jika sebelumnya Tempo sempat muncul dengan majalah investigatif fiktif soal Ahok, Jawapos mengiklankan investasi bodong, sekarang anak Kompas pun terlihat mabuk dan memuat berita fiktif.

Saya pikir ini sudah keterlaluan. Cara media memberitakan dan mengambil sudut pandang sangat tergantung dengan kepentingan.

Lebih mengerikan lagi ketika institusi pemerintah juga terlibat dalam penggiringan isu. Contoh saja BPK dan kasus RS Sumberwaras yang dibeli oleh Pemprov DKI. Selama proses penyelidikannya, terlihat jelas fakta lapangan betapa BPK sangat serampangan dalam menuduh “ada kerugian 191 miliar.” Lokasi tanah yang menurut BPN ada di jalan tomang utara, dihitung dengan NJOP sesuai jalan kyai tapah.

Sampai sekarang tuduhan kerugian atau korupsi tersebut tidak terbukti. Malah investigasi untuk membantah tuduhan BPK, beberapa diantaranya dilakukan oleh warga biasa lewat akun sosial media.

Mereka yang di BPK dan wartawan Tribun saya pikir bukanlah orang bodoh. Namun keduanya kini terbukti telah memberikan informasi salah dan membodoh-bodohi masyarakat. Banyak media jadi seperti burung beo yang hanya bisa menirukan suara sama persis dengan orang yang lewat di depannya atau memberinya makan. Saya malah menilai mereka tak pernah memikirkan benar tidaknya informasi yang didapat, yang penting dapat berita.

Jika jaman orde baru dulu media dibatasi dan dikontrol agar tidak mengkritik kesalahan pemerintah, sekarang media dilepas dan bebas menyalah-nyalahkan yang sudah benar, mengaburkan informasi atau malah memprovokasi. Berita di Tribun adalah contoh kongkrit betapa media kita sudah tidak sehat.

Cerita kasus RS Sumberwaras dan ibunda Jokowi naik bus seharga 3 miliar hanyalah contoh. Selain itu masih ada banyak berita absurd yang mungkin luput dari perhatian banyak orang. Isu rokok naik 50 ribu perbungkus, anda pikir itu dari blog atau sosmed? NO. Berita tersebut dimulai oleh Tribun dengan framing yang sukses memunculkan aneka HOAX. Tax Amnesty tentang kisah purnawirawan TNI, awalnya muncul dari media mainstream, Viva. Dengan framing yang sangat mengaburkan, sesuai moto tvoon: terdepan mengaburkan, akhirnya memunculkan cerita HOAX dengan bumbu dramatis. Nangis, negara memeras, dan sebagainya. Padahal dalam berita Viva, kalau kita mau jeli membaca, ada keterangan pendapatan di luar uang pensiunan dan menjadikannya wajib pajak. Dan salahnya tidak didaftarkan dalam SPT. Tapi siapa peduli? Toh yang viral malah Purnawirawannya nangis karena gajinya cuma 1.5 dan negara memerasnya.

Kalaupun ada konfirmasi dari pihak terkait, itupun diplitir lagi, minimal bisa terlihat memang ada atau akan. Contoh saja rokok, sudah jelas tidak masuk akal, tapi kemudian dimunculkan berita cukai rokok akan naik tahun depan. Ditambah dengan komentar petugas bea cukai, katanya perlu dikaji. Semua diplintir dan menimbulkan situasi sangat menarik, seolah-olah negara memang akan menaikkan rokok seharga 50 ribu perbungkus.

Masih belum puas dengan contoh tersebut? Saya tambahin. Ada yang pernah dengar utang jaman Jokowi naik dua kali lipat? Atau lebih banyak dari Soeharto? Saya yakin sering. Muncul di banyak blog dan sosmed. Kalian pikir isu tersebut dari mana awalnya? Jawa Pos bro. Ada orang yang kalau tak salah namanya Salamudin Daeng, mengatasnamakan organisasi apa lah, lalu dia mengklaim bahwa hutang Jokowi menumpuk dan jauh lebih besar ketimbang Soeharto. Padahal dalam berita tersebut dia membandingkan hutang negeri era Soeharto dan mensejajarkan dengan hutang swasta plus negeri era Jokowi. Melupakan kurs dan indikator ekonomi lainnya. Sampai sekarang isu tersebut terus bergulir, meskipun saya sudah menuliskan bantahannya, silahkan googling “Salamudin Daeng hutang Jokowi Jawapos sewordcom,” namun saya tidak bisa menahan laju efek berita dengan segala HOAX nya.

Masih banyak lagi cerita-cerita HOAX yang berawal dari media mainstream. Akhinya jadi abu-abu, dan kalau dibantahpun mereka akan merujuk pada media mainstream sambil bilang: pemerintah ngetes atau iya rokok ga jadi naik karena takut didemo, dan sebagainya. See? Mereka tidak mau mengakui sebagai korban HOAX. Malah balik menuduh dengan logika jongkoknya.

Saya tidak tau sampai kapan kita akan mendapat informasi berupa pembodohan publik yang terstruktur, sistematis dan massif seperti sekarang. Tapi yang jelas kita harus terus melawan. Beri tahu BPK bahwa mereka ngaco, sekali-kali sebutlah Jawapos, Tribun, Viva atau Tvone itu oon, supaya mereka jera memberi informasi framing. Minimal mereka tau bahwa kita protes.

Begitula kura-kura.

Garuda Citizen truly of Indonesia » politik, hukum, sosial, wisata, budaya, dan berbagai berita peristiwa menarik dan penting untuk dibaca.

Advertisement
Click to comment

You must be logged in to post a comment Login

Leave a Reply

Opini

Apa Yang Melatarbelakangi Terbentuknya Kampung Pancasila

Published

on

apa yang melatarbelakangi terbentuknya kampung pancasila

Desa Pancasila merupakan julukan desa yang menjadi contoh penerapan nilai-nilai Pancasila, apa yang melatarbelakangi terbentuknya kampung pancasila?

Istilah desa Pancasila digunakan di Kecamatan Lengkong Wetan, Kecamatan Tebing Tinggi, dan Desa Balun. Program Desa Pancasila dikembangkan dalam tiga fase, meliputi interpretasi, internalisasi, dan aktualisasi Pancasila.

Sedangkan proses implementasinya meliputi ranah sosial, budaya, dan keilmuan. Pemerintah memilih daerah yang dijadikan sebagai desa Pancasila berdasarkan tingkat toleransi beragama yang tinggi. 

Lantas apa motivasi desa Pancasila? Simak ulasan berikut untuk mengetahui lebih lanjut. 

Apa yang melatarbelakangi terbentuknya kampung pancasila

apa yang melatarbelakangi terbentuknya kampung pancasila
Sumber gambar: KELURAHAN PRINGGOKUSUMAN

Berikut ini adalah sejarah Desa Pancasila. Misalnya penerapan praktis nilai-nilai luhur Pancasila dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat, atau sikap toleransi antar umat beragama. 

Orang dapat hidup damai tanpa konflik meskipun keyakinan agama, etnis, dan budaya mereka berbeda. Masyarakat di wilayah desa Pancasila rukun. Desa Pancasila memiliki tujuan sebagai berikut. Apa yang melatarbelakangi terbentuknya kampung pancasila?

Mengembangkan media pembelajaran Pancasila bagi masyarakat luas, dan meningkatkan pemahaman di antara komunitas etnis Pancasila yang berbeda.  Menanamkan nilai-nilai Bhinneka Tunggal Ika, menanamkan pemahaman bahwa seluruh rakyat Indonesia terpanggil untuk menerapkan sila pancasila. 

Menanamkan rasa bahwa seluruh rakyat Indonesia diharapkan memberikan penghormatan dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada para pemimpin bangsa, karena telah menemukan dan menciptakan Pancasila sebagai dasar negara. Sudah paham apa yang melatarbelakangi terbentuknya kampung pancasila?

Hasil yang diharapkan dari program desa Pancasila adalah peningkatan kecerdasan masyarakat. Pancasila akan membantu membangun pribadi yang unggul melalui proses interpretasi, internalisasi, dan aktualisasi. 

Pengembangan budaya melalui Pancasila juga akan menghasilkan kecerdasan spiritual. Perkembangan sosial akan menghasilkan kecerdasan emosional, dan perkembangan ilmiah kecerdasan intelektual. 

Berikut adalah jawaban dari “apa yang melatarbelakangi terbentuknya kampung pancasila” semoga bermanfaat.

Baca Juga: Bagaimana Karakteristik Umum Dari Teks Prosedur

(Upy/G)

Continue Reading

Nasional

SBY Ngetweet, Jokowi Datangi Proyek Mangkrak di Maluku

Published

on

By

SBY Ngetweet - Jokowi Datangi Proyek Mangkrak di Maluku

Presiden Jokowi memang suka sekali blusukan. Karena dengan begitu dia merasa selalu mendapat cerita dan masalah di lapangan, sehingga bisa langsung dicarikan solusinya.

Di sela-sela kunjungannya ke Maluku, semalam Presiden sempat berdiskusi dengan ketua dan anggota DPRD Maluku dan Kota Ambon. Salah satu hal yang paling dikeluhkan adalah krisis listrik. Baru semalam dikeluhkan, paginya Presiden merasakan sendiri mati listri selama beberapa jam.

Dari situ kemudian Presiden blusukan meninjau pembangkit listrik di Maluku. Tumpukan besi dan penuh dengan rumput seperti Hambalang. Hanya saja kali ini Presiden tak sempat geleng-geleng. Hanya menatap kosong proyek mangkrak yang seharusnya sudah dianggarkan sejak 2007 dan harusnya selesai pada 2011. Namun proyek senilai 800 milyar ini sekarang nasibnya nyaris sama seperti Hambalang.

Komentar Presiden pun nyaris sama saat geleng-geleng melihat Hambalang “Oleh karena itu saya memutuskan untuk melihat seperti apa kondisinya, apakah bisa dilanjutkan atau tidak. Tapi mengenai proses hukumnya saya belum tahu, akan saya cek dulu.”

Sementara Menteri ESDM Ignasius Jonan saat ditanya wartawan menjawab masih akan menanyakan kesanggupan PLN. Sebab memang tidak mudah untuk melanjutkan proyek mangkrak, terlebih dana yang diperlukan cukup banyak.

“Indonesia itu negara kepulauan, jadi tidak mungkin ada jaringan nasional. Bisa ada, tapi biayanya mahal dan tidak relevan. Karena itu setiap pulau harus punya pembangkit independen sendiri-sendiri,” kata Jonan.

Susahnya melanjutkan proyek mangkrak

Sebelumnya, ketika Presiden Jokowi meresmikan sebuah proyek, kerap dianggap hanya melanjutkan proyek SBY. Padahal kebanyakannya adalah proyek baru dan sebagian merupakan proyek mangkrak.

Patut menjadi catatan, bahwa melanjutkan proyek mangkrak itu bukan pekerjaan mudah. Perlu keberanian di atas rata-rata. Ini sama seperti menikahi orang yang sudah pernah bercerai (mangkrak). Perlu evaluasi, penelitian dan keberanian untuk melanjutkannya.

Sebab sebuah proyek yang belum selesai atau mangkrak, pasti memiliki masalah yang sangat serius di dalamnya. Sama seperti orang cerai, pasti ada masalah. Kalau tidak ada masalah harusnya rampung!

Contoh saja Hambalang, meski Presiden sudah pernah datang tahun lalu, menginstruksikan segera ambil keputusan dilanjutkan atau dijual alat-alat dan perabotan yang sudah terlanjur dibeli, sampai saat ini pun masih penuh perdebatan. Sebab kalau dibiarkan, negara sudah keluar uang banyak. Mau melanjutkannya masih perlu pendanaan lagi, ingin menggusur dan memanfaatkannya untuk hal lain pun perlu dana tambahan.

Begitu juga dengan pembangkit listrik di Maluku ini, pasti ada masalah serius. Beberapa bulan lalu KPK sudah menyatakan sedang mendalami satu persatu kasus mangkrak peninggalan SBY, yang salah satunya adalah pembangkit listrik di Maluku.

Entah karena masih ada masalah hukum atau perencanaannya belum selesai, yang jelas pembangkit listrik di Maluku ini sebenarnya direncanakan segera dimulai lagi pada 2016 lalu. Namun sampai sekarang belum ada yang berani menyentuh atau melanjutkannya. Memang cukup mengerikan melihat proyek senilai 800 milyar ini ternyata telah dicairkan setidaknya 71 persennya. Dan 3 kontraktor penerima dana tersebut sudah kabur sebelum pekerjaannya selesai.

Tweet SBY

Entah mengapa setiap langkah Jokowi selalu memiliki kebetulan-kebetulan yang menarik. Seperti SBY yang melakukan tour de Java karena ingin mendengar curhat masyarakat padahal terbalik, Jokowi tiba-tiba datang blusukan dan geleng-geleng di Hambalang.

SBY sempat ngetweet “Tugas pemimpin & generasi berikutnya adalah melanjutkan yang sudah baik & memperbaiki yang belum baik. Continuity & Change. *SBY*”

Kemarin SBY ngetweet, hari ini Jokowi datangi proyek mangkrak. Hahaha Luar biasa. Blusukan Jokowi melihat proyek mangkrak sangat sesuai dengan tweet SBY tentang melanjutkan dan memperbaiki. Sepertinya Presiden Jokowi dan Kapolri enggan ditanyai oleh SBY lagi.

Begitulah kura-kura.

Continue Reading

Nasional

Aksi Demo 112, Strategi Akhir SBY dan Taktik Jitu Tito

Published

on

By

Aksi Demo 112 Strategi Akhir SBY dan Taktik Jitu Tito

FUI, FPI, HTI, GNPF – MUI sedang dilanda kepanikan hebat. SBY yang sangat yakin dengan strateginya, kini mengalami kebingungan. Strategi menjegal Ahok gagal total. Demo-demo besar yang sudah dilancarkan ternyata sia-sia. Pun doa hebat dengan bumbu nasi tumpeng ala Habiburokhman agar Ahok cuti selamanya, ternyata gagal terkabul. Sabtu depan, 11 Februari, Ahok dipastikan kembali aktif menjadi gubernur.

Kalapnya SBY dilampiaskan dengan curhat lewat cuitan di Twitter. SBY pun berbalik menggunakan lagi strategi melodrama dan melankolis untuk menghantam strategi Ahok yang didukung oleh berbagai macam pihak. Pada Die Natalis Demokrat kemarin, SBY hanya bisa bernostalagia dengan bahasa teratur nan sistematis berutopi menyindir berbungkus wake up call kepada Jokowi. Sindiran lebay SBY itu hanya dijawab dengan bermain futsal oleh Jokowi bersama dengan menteri-menterinya.

Kini Jokowi dan The Invincible hand sedang tertawa terkekeh, terbahak-bahak dan termehek-mehek, menyaksikan upaya terakhir para lawan-lawan Ahok lewat rencana demo berbungkus doa dan jalan santai 112. Demo 112 dan seterusnya, sudah dicium baum amisnya oleh Tito. Bisa dipastikan bahwa Tito akan kembali menggiring demo-demo itu menjadi ucapan lantunan doa di Masjid Istiglal.

Gelombang kesadaran, rebound consciousness, terbukti telah kembali muncul dengan dukungan mengalir kepada Ahok. Pasca terpuruk di dasar jurang, Ahok secara meyakinkan telah kembali bangkit. Hal itu disebabkan oleh kegagalan SBY menggoreng elektabilitas Agus lewat survei dan penggiringan opini buruk terhadap Ahok.

Ide konyol Agus tentang kota terapung, membangun tanpa menggusur, namun terakhir menggeser sedikit, menghidupkan BLT dan seterusnya, semakin meyakinkan publik bahwa Agus adalah fotokopinya SBY. Publik mendapat kesan bahwa Agus memiliki kecenderungan seperti SBY sebagai sosok yang tidak tegas, peragu dan tak nyambung. Publik memahami bahwa dalam membuat kebijakan di DKI, sosok seperti Agus hanya akan menghasilkan kebingungan dan kegalauan birokrasi.

Agus yang gaya bicaranya  mengambang dan menghapal materi debat dilihat oleh publik DKI sebagai sosok yang tidak mampu memimpin Jakarta. Ditambah dengan calon wakilnya Sylvi yang tersangkut korupsi akan semakin membuat warga DKI menjauhi Agus dan SBY. Publik Jakarta tidak mau kalau kota mereka akan kembali menjadi kota rimba, kota mafia, kota para koruptor selama lima tahun ke depan. Oleh karena itu sampai kiamatpun, Agus tak akan menang di Pilgub DKI 2017. Agus akan tersingkir. Lalu bagaimana dengan Anies?

Kubu Prabowo yang terpaku pada kesantunan Anies tak berhasil menghapus dalam ingatan publik bahwa Anies yang tak becus menjadi menteri dipecat oleh Presiden Jokowi. Anies Baswedan yang awalnya menjanjikan dan akan dijadikan manusia yang dizalimi oleh Presiden Jokowi karena dipecat, justru makin menunjukkan diri tidak berkualitas. Ternyata Jokowi sama sekali tidak menzalimi Anies. Anies memang tidak becus dan layak dipecat.

Kualitas Anies bisa dilihat dari debat dan program-program awang-awangnya. Dalam debat Anies Baswedan gagal menunjukkan kemampuan kualitas manajerial dan intelektualitasnya dengan aneka jawaban yang hanya berupa utopi dan sindiran. Anies hanya mengambar-gemborkan subisidi dan gratis ini dan itu yang disimpulkan dengan up-grade manusia dan lukisan kampung indahnya di bantaran sungai.

Bisa dipastikan bahwa masyarakat Jakarta tidak akan tergerak hatinya memilih calon yang kemampuan manajerialnya rendah dan kalah sama Menteri Susi. Anies diyakini tidak mampu mengurusi Jakarta dengan segudang problematikanya. Hal itu bisa dilihat ketika Anies tidak becus mengurusi satu kementerian saja. Anies diyakini dan dipastikan tidak mampu menjadi Gubernur DKI Jakarta yang berhasil. Apalagi Anies melakukan blunder dengan mengunjungi dan bermesraan dengan FPI yang sarat dengan kontroversial.

Kegagalan strategi SBY untuk mengorbitkan Agus dan Prabowo untuk mengangkat Anies melawan Ahok,  menjadi semakin terperosok oleh strategi menjepit ala Tito. Tindakan tegas Tito yang didukung oleh TNI untuk menetapkan Rizieq FPI sebagai tersangka jelas telah membuat SBY gundah gulana.

Begitu cepat Rizieq FPI jatuh membumi dari euforia kemenangan yang melambung setinggi langit. Ternyata Rizieq yang dua bulan lalu melambung di langit ketujuh, dengan mudah ditetapkan sebagai tersangka penistaan pancasila. Sikap tegas Tito ini telah membuat nyali SBY ciut. Ke depan bisa dipastikan bahwa satu persatu tokoh-tokoh persekutuan gelap akan ditekuk oleh Tito.

SBYpun kini terlihat semakin panik ketika orangnya di Mahkamah Konstitusi, Patrialis Akbar  dicokok KPK. Sekarang di MK tidak ada lagi kaki tangannya yang bisa dimanfaatkan jika ada sengketa Pilkada. Maka satu-satunya skenario akhir yang ditunjukkan oleh SBY adalah aksi melodramanya sebagai sosok yang dizalimi.

Penetepan Rizieq FPI sebagai tersangka, ditambah dengan kasus heboh dahsyat kasus firza hots, plus ditekuknya Munarman dan sekarang Backhtiar Natsir dalam bidikan Tito, telah membuat warga DKI Jakarta berbalik dari jangkauan Anies. Jelas masyarakat Jakarta banyak yang tidak suka dengan FPI. Dan karena Anies telah bermesraan dengan FPI, maka warga Jakarta menjauh dari Anies.

Demo yang berbungkus doa dan jalan santai tanggal 11 Februari ke depan, bisa dipastikan akan dikendalikan penuh oleh Polri dan TNI. Apalagi demo-demo itu jumlahnya sudah jauh menyusut akan memudahkan Polri dan TNI mengawasinya. Menjelang hari pencoblosan popularitas Ahok dipastikan akan terus naik. Apalagi pada hari Sabtu mendatang, Ahok akan kembali secara resmi menjadi gubernur DKI Jakarta.

Kini kepusingan, sakit kepala, panik dan galau melanda SBY. Ternyata Ahok gagal ditahan, gagal dipenjara dan gagal dijegal. Ia kemudian hanya bisa bernyanyi lagu anak muda ‘Munajat  Cinta’ dengan refren yang diubah: ‘Tuhan kirimkan aku gubernur yang baik, Agus, eh ternyata Ahok’. Sementara demo 112 akan diteriakin dengan kencang oleh Tito dengan bunyi: ‘dilarang berdemo di masa tenang bro’.

Begitulah kura-kura.

Continue Reading

Trending