Nasional
Kasus Kekejaman Prabowo di Kampung Janda
Kasus Kekejaman Prabowo | Kampung Janda adalah sekelumit kisah kelam tentang kekejaman perang. Dimana diceritakan hampir sebagian besar lelaki dibantai disana. Hanya tersisa wanita dan anak-anak balita.
Dan Prabowo Subianto dikait-kaitkan pada tragedi itu? Benarkah ia terlibat? Tidak ada yang tahu pasti.
Percaturan politik nasional memang sedang hangat-hangatnya. Apalagi menjelang pemilihan Presiden dan Wakil Presiden kedepan. Hampir semua media mem-publish berbagai hal yang terkait dengan momen tersebut.
Harus diakui, media massa baik yang terbit online maupun offline memberi pengaruh besar dalam membentuk opini ditengah masyarakat. Apalagi dalam pembentukan citra profil calon di mata publik.
Sebagai salah satu contoh, bagaimana ketika sebagian besar media mengelu-elukan sosok Jokowi dimasa awal ia terpilih sebagai Gubernur Jakarta. Sebagian besar masyarakat Indonesia kemudian terpana dan mengidolakan sosok politikus dari partai berlambang banteng ini. Itu pula yang kemudian mendongkrak popularitasnya menjadi salah satu calon kuat dalam bursa pemilihan Presiden Indonesia kedepan ini.
Tidak hanya memberi citra positif, media massa juga mampu menghempaskan karakter para politikus hingga kedasar. Bahkan, belakangan setelah resminya Jokowi diproklamirkan sebagai calon Presiden dari partai PDIP ini, kabut kelam mulai dihembuskan media kepadanya. Berbagai raport merah tentang kinerjanya mulai dipublikasi. Image negatif secara bertahap mulai menghampiri sosok yang terkenal dengan istilah ‘blusukan’ itu.
Namun, pada postingan kali ini saya bukan ingin menulis tentang Jokowi, apalagi berbagai isu tentang dia baik berbau negatif maupun positif telah banyak beredar di media. Melainkan, saya sangat tertarik dengan sebuah tulisan yang membahas tentang sebuah rahasia kelam tentang cerita “Kampung Janda” yang dikait-kaitkan dengan salah satu calon kuat Presiden Indonesia lainnya. Yakni Prabowo Subianto.
Ada apa dengan Kampung Janda? Dan kenapa pula sang Prabowo disana? Sebuah tulisan yang sangat menarik dengan penomena menggelitik.
Tulisan yang mengangkat isu tentang kisah tidak sedap yang menghampiri Prabowo Subianto ini, saya dapat dari sebuah link yang di share salah satu teman facebook saya Judhi Anto yang menghububungkan ke Catatan akun facebook milik Sudut Sekartaji dengan judul tulisan ‘Prabowo dan Kampung Janda’.
Sosok Prabowo Subianto menurut saya, merupakan salah satu tokoh dan calon yang juga memiliki potensi kuat terpilih sebagai Presiden pada pemilihan umum mendatang, hal ini pula menarik minat saya untuk sedikit memberi perhatian pada isu miring tentang dia.
Bagaimana tidak, kisah masa lalu beliau semasa bertugas di Timor Timur kembali diangkat dan dimuat dalam sebuah blog dimana artikelnya sangat menarik untuk dibaca karena menampilkan sisi lain dari Prabowo yang jarang diketahui oleh orang lain dan ditulis dengan sangat meyakinkan. Sejujurnya saya tidak tahu sejauh mana kebenarannya.
Apalagi kemudian diiringi dengan sebuah keanehan, situs yang menerbitkan kisah suram tersebut, saat ini ini telah menghapus konten itu (http://satutimor.com/2014/03/20/pengumuman-redaksi-tentang-opini-prabowo-dan-kampung-janda/ ), namun sebuah situs lain ternyata telah mengutip dan memposting kembali artikel yang berkemungkinan besar akan mencoreng kredibilitas Prabowo Subianto. ini Link nya : http://candrawiguna.com/prabowo-dan-kampung-janda/
Catatan: Dalam tulisan ini saya tidak berani memberi penilaian dan berpendapat. Karena saya tidak memiliki data dan dokumentasi yang mampu memberi bukti atau menyanggah. Dan tulisan ini saya kutip secara penuh tanpa menghilangkan kata atau kalimat yang mungkin dapat mengalih atau mengaburkan substansi yang ingin disampaikan oleh penulis aslinya. Namun karena ketertarikan yang tinggi terhadap penomena dari tulisan dan isi didalamnya, membuat saya tidak mampu untuk membendung keinginan untuk mempostingnya dalam blog milik saya.
Prabowo dan Kampung Janda
Kraras, sebuah kampung di Timor-Leste disebut sebagai ‘kampung janda’. Satu saat di bulan September 1983 hampir semua laki-laki termasuk anak-anak laki di kampung itu dibunuh oleh tentara Indonesia. Beberapa orang melarikan diri ke hutan. Saat ditangkap atau menyerah mereka dipaksa tinggal di sebuah tempat di Kraras bernama Lalerek Mutin dimana banyak yang mati kelaparan. Lalu apa hubungannya kampung Kraras itu dengan Kapten Prabowo Subianto?
Menurut sejumlah sumber, Prabowo Subianto punya andil dalam pembunuhan-pembunuhan di bagian timur Timor-Leste termasuk pembunuhan membabi buta di Kraras itu. Menurut Mario Carrascalao, kejadian tragis pada tanggal 6 Agustus itu “dikoordinasi” oleh Prabowo.[1] Mario, yang waktu itu menjabat sebagai gubernur Timor-Timur, mengatakan ia tidak berada di Timor-Leste waktu itu, ia sedang berada di Jambi untuk melihat program transmigrasi. Namun Mario mengatakan bahwa semua kejadian itu dilaporkan oleh orang-orang Timor dan pihak militer kepadanya. Pada saat itu Komandan Kodim di Viqueque adalah Mayor Hidayat dari Kopassandha[sic*][2] yang kemudian menjadi Bupati Viqueque.
Prabowo datang untuk menemui para pejabat lokal. Selama gencatan senjata yang disepakati sebelumnya oleh Kolonel Purwanto dan Panglima Failintil Xanana Gusmao, Hidayat dan Sekwilda Viqueque Daniel memobilisasi para anggota Hansip untuk melakukan kontak dengan para anggota gerilya di hutan. Sementara itu, di kalangan para anggota Hansip orang Timor-Leste terjadi juga ketidakpuasan akibat reorganisasi pasukan-pasukan Hansip yang mengurangi status dan peran orang Timor.[3] Ketidakpuasan ini meluas di Timor-Leste termasuk di Kraras yang merupakan sebuah pemukiman baru bagi orang-orang yang menyerah atau tertangkap tahun 1978-1979.
Pelecehan seksual sampai perkosaan
Pembunuhan-pembunuhan di Kraras dimulai asal usulnya dari perilaku seksual para tentara Indonesia. Menurut Mario Carrascalao dan sejumlah kesaksian pasca kemerdekaan Timor-Leste[4], ada seorang anggota Hansip berhasil melakukan kontak-kontak dan mendapat banyak teman di hutan. Anggota Hansip ini menikah dengan seorang perempuan cantik. Sang istri melapor ke suaminya bahwa ketika ia ke hutan untuk melakukan kontak dengan para gerilyawan di hutan, anggota militer Indonesia telah melecehkannya. Anggota Hansip inilah yang kemudian bereaksi dan memukuli anggota militer yang mengganggu istrinya.
Carrascalao mengatakan, menurut laporan yang sampai kepadanya, kejadian ini sudah diatur; semua diset-up untuk menciptakan insiden.[5] Sejumlah sumber lain juga mengatakan bahwa dalam bulan Juli 1983 tentara Indonesia melakukan sejumlah pelecehan seksual terhadap perempuan setempat, termasuk terhadap istri anggota Ratih yang disebutkan di atas.[6] Anggota Hansip yang memukuli tentara ini dibawa ke Viqueque.
Kira-kira setelah seminggu Mayor Hidayat, sang Komandan Kodim, berkata “Kamu tak membawa pakaian. Kamu tidak mengganti pakaianmu selama seminggu.” Sang anggota Hansip berkata ia ingin pulang ke Kraras untuk mengambil pakaian namun ia tak tahu apakah ia akan diperbolehkan pulang sendiri. Hidayat mengatakan ia mempercayai sang anggota Hansip, lalu ia diperbolehkan pulang ke Kraras. Ketika ia tiba di Kraras, istrinya berlari ke arahnya melaporkan bahwa ia telah diperkosa oleh beberapa tentara. Lalu anggota Hansip ini berlari ke hutan untuk melaporkan kepada teman-teman yang telah ia kenal selama masa gencatan senjata.[7]
Pada tanggal 8 Agustus, pasukan Falintil dan anggota-anggota Ratih di bawah komando Virgílio dos Anjos (Ular Rheik) menyerang desa Kraras, menewaskan 15 atau 16 orang anggota batalyon zeni tempur (zipur) yang sedang mempersiapkan warga desa untuk sebuah pertunjukkan pada tanggal 17 Agustus.[8] Salah seorang anggota zipur sedang berada di atap sebuah rumah sehingga ia selamat. Ia kemudian melaporkan serangan ini kepada komandan batalyon 501. Reaksi Pasukan Indonesia selanjutnya bisa ditebak.
Penduduk sipil jadi sasaran
Pada tanggal 7 September 1983, batalyon 501 memasuki desa Kraras yang sudah kosong dan membakar hampir semua rumah di sana. Sekitar 4 atau 5 orang yang masih tinggal di desa, termasuk seorang perempuan tua, dibunuh dalam serangan ini. Mayat dari beberapa orang yang dibunuh dibakar bersama rumah-rumah mereka. [9]
Sebelum pasukan Indonesia tiba, sebagian besar penduduk Kraras dan kampung-kampung sekitarnya telah melarikan diri ke hutan. Sebuah kelompok Ratih yang lain dari desa Buanurak (Ossu, Viqueque) yang dipimpin oleh Domingos Raul (Falur) juga membelot dari pasukan Indonesia untuk bergabung dengan Falintil.
Dalam minggu-minggu selanjutnya setelah serangan tentara Indonesia ke Kraras, mereka mengadakan patroli di pegunungan sekitar dan memaksa orang-orang yang melarikan diri untuk kembali ke desa Kraras dan Buikaren, serta ke kota Viqueque. Sejumlah orang dieksekusi dalam operasi-operasi ini, termasuk seorang anak laki-laki berusia 15 tahun pada atau sekitar tanggal 12 September, dan tiga orang lainnya pada tanggal 15 September.[10] Sejumlah besar orang juga ditahan dan disiksa, kebanyakan di Olobai, dimana satu kompi dari Batalyon 745 bermarkas.
Di desa Caraubalau pembantaianpun terjadi. Sejumlah besar penduduk Kraras yang lari ke Bibileo ditangkap dan dibawa ke Viqueque. Awalnya mereka ditempatkan di sebuah gedung sekolah di Beloi, namun pada tanggal 16 September 1983 tentara Indonesia dan para anggota Hansip memindahkan sekurang-kurangnya 18 orang, termasuk perempuan dan anak-anak, ke desa Caraubalau. Mereka diduga diserahkan kepada tentara Indonesia dari kesatuan lain, kemudian dibawa ke satu tempat bernama Welamo dimana mereka diperintahkan berdiri di satu lubang yang terbentuk karena tanah longsor dan dieksekusi di sana.[11] Seorang saksi mata mengatakan kepada para penyelidik dari PBB:
“Tiga orang Hansip berjalan di depan dan anggota tentara mengelilingi kelompok orang sehingga tidak satu orang pun bisa melarikan diri…Kami mulai berjalan sekitar pukul 3 sore dan tiba di satu tempat di gunung sekitar pukul 4 sore…Kami duduk dan tentara mengelilingi kami supaya tidak ada yang lari…Kemudian datang tentara Indonesia lagi…Setelah mereka tiba kami diperintahkan berdiri. Saya bersama semua orang yang lain berdiri menghadap lembah. Kemudian kami disuruh berjalan. Saya baru berjalan satu langkah, tentara Indonesia melepaskan tembakan ke arah kami. Saya bersama saudara saya jatuh ke tanah. Orang-orang yang terkena tembakan jatuh di atas badan saya. Tentara Indonesia menembak semua orang dari belakang. Kemudian tembakan berhenti dan tentara beristirahat dan merokok. Satu orang tentara Indonesia menyuruh Jerónimo [seorang komandan Hansip] berbicara dengan bahasa Tetun untuk menyuruh yang masih hidup…berdiri…Tidak ada yang menjawab perintah ini. Kemudian tentara menembak lagi mayat-mayat yang tergeletak. Kemudian saya mendengar dua anak kecil. Ketika tentara menembak, mereka tidak kena. Kemudian Jerónimo…mendekat dua bayi itu dan mengambil sebilah pisau menikamkan sampai mereka mati. Kemudian [tentara] Indonesia dan Hansip beristirahat dan merokok lagi.”[12]
Untuk kejadian di Caraubalau ini, CAVR memperkirakan jumlah korban serendah-rendahnya 17 dan setinggi-tingginya 54. [13] Keesokan harinya juga terjadi pembunuhan massal di sebuah tempat bernama Tahubein. Sekelompok pengungsi Kraras yang ditangkap di dekat desa Buikarin. Para perempuan dipisahkan dari laki-laki dan para laki-laki diperintahkan kembali Kraras untuk mengangkut makanan dibawah pengawasan militer. Menurut satu laporan, 6-8 orang tentara Indonesia dan dua orang Hansip Timor-Leste mengawal sejumlah laki-laki menuju Sungai Wetuku ke satu tempat yang dikenal sebagai Tahubein. Di sana mereka dikepung dan ditembaki. Hanya satu orang yang dilaporkan selamat dari pembantaian ini. Seorang narasumber memberikan uraian berikut ini:
“Semua laki-laki disuruh berbaris dari Buikarin. Pasukan ABRI bersama Hansip mengatakan kepada kami, ‘Kalian laki-laki hari ini kembali ke Kraras untuk mengambil bahan makanan.’ Maka berangkatlah kami ke arah Kraras lewat daerah Tahubein. Kami dikawal oleh Hansip, polisi, Kodim, dan pasukan lainnya dari Batalyon 501. Sampai di daerah Tahubein pasukan meminta kepada kami agar menyanyikan lagu Foho Ramelau. Tetap tidak ada orang yang berani menyanyikan lagu tersebut. Kemudian mereka menyuruh kami untuk menghitung satu, dua, tiga. Sampai pada hitungan ketiga kami langsung dikejutkan dengan suara tembakan. Ketika suara tembakan saya langsung menjatuhkan diri terlebih dahulu. Begitu saya jatuh temanteman lainnya jatuh di atas saya. Badan saya penuh berlumuran darah. Setelah selesai menembak mereka periksa satu per satu. Apakah yakin sudah meninggal semua atau belum. Saya mendengar suara dari Hansip mengatakan, ‘Kalau ada yang masih hidup, berdirilah dan pergi bersama kami.’ Saya mendengar itu, tetap saja tidak mau bergerak. Kemudian saya merasa bahwa dua orang teman saya berdiri dan seketika itu juga mereka langsung ditembak. Setelah itu pasukan pergi. Saya merasa yakin bahwa setelah pasukan sudah tidak ada baru saya bangun, kemudian melarikan diri ke hutan.”[14]
Laporan tentang jumlah korban jiwa di Tahubein berbeda-beda, mulai dari yang terendah 26 sampai yang tertinggi 181. Militer Indonesia mengakui jumlah korban 80 orang.[15] Pada tahun 1985, Uskup Belo mendaftar nama 84 korban mati.[16] CAVR mendapatkan nama 141 korban, semuanya laki-laki.[17] Orang-orang yang selamat dipaksa tinggal di Lalerek Mutin, dimana diperkirakan sebagian besar orang meninggal akibat kelaparan dan penyakit.[18] Dominggus Rangel mengatakan kepada CAVR bagaimana orang yang ditangkap disiksa dan kemudian ditempatkan di Lalerek Mutin dan dibiarkan mati: “Saya ingat empat atau lima orang meninggal setiap hari. Kami hanya membungkus mereka dalam tikar dan mengubur mereka.”[19] Sampai saat ini, Kraras dikenal sebagai ‘desa para janda’.[20]
Selain pembantaian di Caraubalau dan Tahubein, ada sejumlah pembunuhan yang berlangsung pasca serangan Falintil ini, bahkan pembunuhan-pembunuhan ini tidak saja terjadi di Viqueque di mana desa Kraras berada namun meluas ke semua bagian timur Timor-Leste.[21]
Sangat disayangkan sumber Indonesia tentang pembantaian di Kraras ini tidak menyebutkan sedikitpun tentang korban dan penderitaan di kalangan penduduk sipil. Tidak mengherankan karena sumber tentang pembantaian ini adalah sumber militer dan tentu saja mencerminkan cara berpikir militer Indonesia. Letjen (purn.) Kiki Syahnarki hanya menyatakan Kolonel Purwanto sangat menyesalkan serangan ini dan bahwa Xanana mengaku tidak terlibat dalam penyerangan itu. Seperti biasa, Syahnarki juga menyalahkan pihak asing yang katanya telah menyusup ke Fretilin dan mengganggu proses perdamaian.[22] Tidak disebutkan sedikitpun tentang aksi balas dendam yang menyasar penduduk sipil.
Versi Mario Carrascalao
Menurut Mario Carrascalao Prabowo ditugaskan kembali ke Timor-Timur pada bulan September setelah serangan Falintil di Kraras, namun menurut sebuah sumber lain yang dikutip dalam wawancara dengan Mario, Prabowo kembali ke Timor pada 28 Agustus 1983.
“Orang-orang tahu bahwa ia dekat dengan Presiden Suharto dan beberapa orang lain dan bahwa ia dipercayai oleh mereka. Prabowo mengirim sebuah memo kepada para anggota militer [untuk mengatasi situasi ini]. Namun ketika kira-kira 200 warga desa [Kraras] keluar dari hutan, tentara Indonesia memisahkan 30 anak-anak dan membunuh mereka. Begitulah laporan orang-orang,” kata Mario Carrascalao.
“Hari itu juga Kolonel Rudjito [yang baru saja menggantikan Kolonel Purwanto sebagai Panglima Korem Timor-Timur] mengatakan kepada saya ‘semua warga desa Kraras telah keluar dari hutan, sehingga saya akan merelokasi mereka ke tempat bernama Lereng Mutin, dekat pantai.’ Saya berkata ‘Panglima, mereka pasti butuh makanan. Saya punya puluhan ton jagung yang disimpan di Viqueque untuk keadaan darurat. Jika anda mau, anda bisa menggunakannya untuk memberi makan orang-orang. Silahkan.’ Ia berkata tidak. ‘Tidak, saya tidak membutuhkannya. Kita harus membuktikan kepada mereka bahwa apa yang anda [Gubernur Carrascalao] katakan kepada mereka tentang gencatan senjata adalah omong kosong.’ Saya menjawab, ‘justru sebaliknya. Jika anda memberi mereka makan, merawat mereka, memperlakukan mereka secara baik, mereka mungkin akan menjadi dekat dengan anda. Tapi jika anda tidak…’’ jelas Carrascalao.
Segera setelah kejadian itu Uskup Belo mengungjungi Viqueque. Ketika ia kembali ke Dili, ia bertemu Mario Carrascalao dan berkata “Pak Mario, saya akan mengatakan sesuatu kepada anda yang mungkin tak akan anda percayai. Saya pergi ke Lereng Mutin. Tak ada satu laki-lakipun. Hanya perempuan dan anak-anak. Rumah-rumahpun tidak ada. Ketika para tentara membawa mereka ke Lereng Mutin, para tentara mengambil semua harta milik mereka. Mereka tak punya rumah-mereka tinggal di sebuah lapangan. Mereka membunuh semua laki-laki dewasa, semuanya. Ada beberapa yang lari ke hutan. Dan semuanya dikuburkan dekat sungai Luca.”
Mario mengatakan bahwa sopir bulldozer yang menggali kuburan massal bernama Asal. Ia pernah bekerja sebagai mekanik di departemen Kehutanan dimana Mario adalah atasannya. “Jadi saya mencarinya,” Kata Mario. “Tapi rupanya setelah ia menggali kuburan massal, para tentara membunuhnya juga, tetapi mereka mengatakan Fretelinlah yang melakukannya. Orang-orang Fretilin mengatakan lebih dari seribu orang dikubur di pinggiran kali Luca. Yang lain mengatakan ratusan orang hilang. Saya berkunjung ke sana. Ketika saya tiba hanya ada perempuan. Tidak ada laki-laki. Hanya perempuan dan anak-anak. Dan anak-anak ini berusia tiga atau empat tahun. Tak ada anak-anak yang lebih tua. Mereka semua mengenakan pakaian hitam.”
Mario marah dan menulis surat kepada sang komandan. “Anda membunuh semua laki-laki. Juga membunuh anak-anak besar. Ini tidak benar.” Mario menerima sebuah surat balasan dari Zacky Anwar [Makarim], yang menurut Mario masih ia simpan sampai sekarang. Menurut Mario, Zacky Anwar adalah kepala, atau mungkin wakil kepala Intel di Timor-Timur. [23] “Ia menulis surat yang benar-benar mengatakan bahwa anak buahnya menembak [para warga desa]. Ia meminta maaf. Saya bilang jangan minta maaf kepada saya. Minta maaf kepada pihak keluarga. Itulah pertama kalinya seseorang dari kalangan militer meminta maaf.”
Ketika pembantain Kraras terjadi, Prabowo ditugaskan untuk ketiga kalinya di Timor-Timur.[24] Apakah ada hubungan yang kuat antara kehadiran misterius Prabowo di bagian timur Timor-Leste dan pembunuhan-pembunuhan yang meningkat pada saat itu, tidak ada yang bisa memberi bukti pasti. Namun CAVR mendapat kesaksian-kesaksian tentang keterlibatan berbagai kesatuan ABRI dalam pembantaian ini, termasuk Kodim 1630/Viqueque, Yonif 328, Yonif 501, dan Yonif 745, serta Komando Pasukan Sandhi Yudha (Kopassandha). [Lihat Chega! Bab. 7.2. hal. 107].
Beberapa sumber juga menyatakan kepada CAVR bahwa Prabowo terlibat dalam operasi untuk membawa penduduk sipil turun dari Gunung Bibeleu, dimana tidak lama kemudian beberapa ratus orang dibunuh tentara Indonesia. CAVR juga menerima bukti keterlibatan Kopassus [sic] dalam pembunuhan-pembunuhan ini [lihat Chega! Bab 3. Sejarah Konflik, hal. 109].
Dari pihak Indonesia sendiri, Carrascalao dan bahkan Kolonel Purwanto mengkhawatirkan tindak-tanduk Prabowo saat itu. CAVR sendiri mensinyalir bahwa kemungkinan tindakan-tindakan pembunuhan itu dilakukan sebagai upaya untuk mensabotase terhadap gencatan senjata yang disepakati sebelumnya.[25] Apalagi pihak militer Indonesia pernah menyatakan pernah menyatakan sebelumnya bahwa mereka menganggap operasi-operasi di Timor-Leste sebagai sarana latihan yang berharga bagi pasukan-pasukannya.[26]
Sesaat sebelum digantikan oleh Kolonel Rudjito sebagai Komandan Korem Dili, Kolonel Purwanto pernah mengeluh kepada Mario Carrascalao tentang tindak-tanduk Prabowo:[27] Dalam Timor Timur yang dinyatakan tertutup saat itu, tak seorangpun baik sipil ataupun militer yang boleh masuk atau meninggalkan Timor tanpa sepengetahuan Purwanto. Purwanto berkata kepada Carrascalao dalam sebuah kesempatan:
“Apa yang saya takutkan terjadi. Ia kembali ke Timor Timur – Prabowo. Ternyata ia datang, dan pergi ke pedalaman. Ke Viqueque, sekitar Bibileo. Saya tidak tahu apa yang ia lakukan. Saya tidak tahu lagi.”[28]
Menurut Mario, Prabowo “berpikir baik selama penugasan pertama dan kedua. Saya tak tahu apa yang terjadi, tapi setelah itu ia kehilangan kontrol.”
Akhirnya, bagaimanapun, sumber-sumber yang mengklaim keterlibatan Prabowo dalam peristiwa di Kraras dan Lalerek Mutin kebanyakan adalah sumber-sumber lawan Prabowo atau yang kemudian menjadi lawan, kecuali testymony para survivor yang dalam konteks pelanggaran hak asasi di manapun harus dipertimbangkan. Karena itu, apa yang sebenarnya terjadi di Karas dan Lalerek Mutin mungkin hanya bisa dijawab oleh pak Prabowo sendiri. [S]
Referensi:
- Ben Anderson, Arief Djati, dan Douglas Kammen, “Interview with Mário Carrascalão,” Indonesia, No. 76, Oktober 2003. Serangan pasukan gabungan Falintil-Ratih terhadap annggota batalyon zeni tempur di Kraras, Bibileo terjadi pada 16 Agustus (bukan 6 Agustus). Lihat Jill Jolliffe, Cover-Up: The Inside Story of the Balibo Five (Melbourne: Scribe Publications, 2001), untuk penjelasan lengkap tentang pembantaian ini.
- Di tahun 1975, RPKAD (Resimen Para Komando Angkatan Darat) telah menjadi Kopassandha (Komando Pasukan Sandhi Yudha, Kopassandha), namun masih sering disebut dengan nama lama. Di tahun 1985 Kopassandha menjadi Komando Pasukan Khusus (Kopassus).
- Chega! Bab 3. Sejarah Konflik. Hal. 110.
- Tulisan ini didasarkan kepada sejumlah kesaksian kepada Komisi Penerimaan, Kebenaran dan Rekonsiliasi (di kenal dengan akronim Portugis, CAVR) yang tertuang dalam laporan Chega!, dan kesaksian kepada Serius Crime Unit.
- Ben Anderson et.al., “Interview with Mário Carrascalão,” Indonesia, No. 76, Oktober 2003.
- Wawancara CAVR dengan Silvino das Dores Soares, Viqueque, 10 Maret 2004; wawancara CAVR dengan Geronimo da Costa Amaral, Viqueque, 10 Maret 2004.
- Ben Anderson et.al.,“Interview with Mário Carrascalão,” Indonesia, No. 76, Oktober 2003.
- CAVR menyebut 14 korban jiwa dan satu atau dua orang melarikan diri. Untuk informasi mengenai serangan yang dilakukan kelompok Ular Rheik lihat wawancara dengan Ular Rheik [sic] di http://indigenouspeoplesissues.com/index.php?option=com_content&view=article&id=3557 [access 15 Maret 2014]
- Wawancara CAVR dengan Silvino das Dores Soares, Viqueque, 10 Maret 2004
- Ibid.
- Wawancara CAVR dengan Jerónimo da Costa Amaral, Viqueque, 10 Maret 2004.
- Serious Crimes Unit, Wawancara dengan José da Costa Carvalho.
- Keterangan ini didasarkan pada Wawancara Serious Crimes Unit dengan José da Costa Carvalho; lihat pula Wawancara CAVR dengan Jeróonimo da Costa Amaral, Viqueque, 10 Maret 2004, yang mengatakan bahwa korbannya 18 orang; Filomena de Jesus Sousa, Lalerek Mutin, Viqueque, 10 Maret 2004, yang mengatakan bahwa korbannya 26 orang; dan Silvino das Dores Soares, Viqueque, 10 Maret 2004, yang mengatakan bahwa korbannya 54 orang.
- Wawancara CAVR dengan Olinda Pinto Martins, Lalerek Mutin, Viqueque, 8 November 2003; lihat juga Wawancara Serious Crimes Unit dengan Jacinto Gomes (Leki Rubi), Viqueque (Viqueque), 11 April 2001, dan Antonio Soares (Toni Rubik), Viqueque (Viqueque), 11 April 2001.
- Timor Information Service, Gough Whitlam Fails to Convince, Maret/April 1982, hal. 10.
- “Uskup Timor Menuduh Militer Membantai 84 Penduduk Desa”, Peter Millership,Reuters, Dili, 1 Maret 1984, disebutkan dalam John G. Taylor, East Timor: The Price of Freedom, Zed Books, London, 1991, hal. 147.
- Chega! Bab.7.2 hal. 180-1.
- Wawancara CAVR dengan José Gomes, Kepala Desa Bibileo-Lalerek Mutin [wawancara tidak bertanggal].
- Pernyataan HRVD 04118. Tentang kondisi Lalerek Mutin pasca peristiwa Kraras lihatChega! Bab 7.3. Pemindahan Paksa dan Kelaparan, khusunya hal. 111-3.
- Lihat juga Olinda Pinto Martins, kesaksian pada Audensi Publik Nasional CAVR tentang Pembantaian , Nopember 2003.
- Untuk detil tentang kejadian-kejadian dan korban pembunuhan-pembunuhan mulai tahun 1983-1984 lihat Chega! Bab 7.2. Pembunuhan di luar hukum dan Penghilangan Paksa, hal. 176-208.
- Kiki Syahnarki, Timor-Timur The Untold Story, Jakarta: Kompas, hal. 110-115.
- Di tahun 1999, Mayor Jendral Zacky Anwar Makarim menangani pengorganisasian milisi pro-Jakarta di Timor-Leste. Pada 24 Februari 2003, Wakil Jaksa Penuntut Umum untuk Kejahatan Serius mengajukan dakwaan terhadap Anwar Makarim dan tujuh orang lainnya (enam dari militer) yang dituduh melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan.
- Setelah menyelesaikan sebuah kursus anti-teroris di Jerman, pada Maret 1982 Mayor Luhut Pandjaitan dan Kapten Prabowo Subianto ditunjuk untuk membentuk sebuah unit anti-teroris dari Kopassandha, yang diberi nama Detasement 81. Pada bulan Oktober 1982 Luhut mengikuti kursus komando dan staff, meninggalkan Kapten Prabowo menangani Detasement 81. Di bulan November 1982, Prabowo mempimpin unit ini ke sebuah operasi di wilayah Papua New Guinea. Kemunculannya di Viqueque dengan demikian dihubungkan dengan operasi kedua dari detasemen ini. Versi lain yang tidak menyebutkan kemunculan Prabowo di Viqueque di akhir Maret atau awal April, lihat Ken Conboy, Kopassus: Inside Indonesia’s Special forces (Jakarta: Equinox Publishing, 2003),h. 289-297.
- Chega! Bab 3. Sejarah Konflik, hal. 108-9.
- Lihat Ken Conboy, Kopassus: Inside Indonesia’s Special Forces, Equinox Publishing, Jakarta dan Singapura, 2002 hal. 310.
- Menurut Mario pembicaraan dengan Purwanto terjadi delapan hari setelah pertemuan Mario Carrascalao dengan Jendral Beny Moerdani di Baucau pada 21 April 1983. Lihat “Interview with Mário Carrascalão,” Indonesia, No. 76, Oktober 2003.
- Ben Anderson et.al.,“Interview with Mário Carrascalão,” Indonesia, No. 76, Oktober 2003.
Latest Updates
Garda Nusantara Jaya Bersatu Mendukung Prabowo Gibran dalam Satu Putaran
Bandung, 9 Januari 2024 – Garda Nusantara Jaya, di bawah kepemimpinan Rudiyana Supriadi, SE, menggelar konsolidasi relawan di kantor pusat mereka, Jl. Raya Sapan 162 B, Kawasan Industri Blok C1A.
Acara ini dipimpin oleh seluruh jajaran pimpinan penasehat, antara lain H. Maman Separman SE, Asep Denyadi ST MM, kepengurusan Wakil Ketua Rasdian ST MT, sekum Cecep Daryus ST MT, Bendum Dede Khaerani SE, dan perwakilan asosiasi Tani Soleh M.Si.
Lebih dari 500 peserta hadir, mewakili berbagai daerah, wilayah, perkumpulan asosiasi, dan penggiat bidang masyarakat. Juga di adakan diskusi politik Bersama Mang Nusa sebagai pengamat untuk memberikan pandangan terkait strategi pemenangan.
Konsolidasi ini digelar dalam rangka mendukung Capres dan Cawapres Prabowo Gibran untuk meraih kemenangan dalam satu putaran pada pemilihan berikutnya. Relawan Garda Nusantara Jaya, yang memiliki jejarings nasional di setiap provinsi dan wilayah, mewakili berbagai asosiasi seperti para petani, kelompok nelayan, penggiat industri tekstil, garmen, konveksi, UMKM, serta asosiasi pedagang, menjadi corong bagi aspirasi dari berbagai kalangan.
Garda Nusantara Jaya melihat kesamaan visi dengan Capres Prabowo Gibran dalam mewujudkan Indonesia yang berkeadilan menuju Indonesia emas pada tahun 2045. Organisasi ini mengucapkan rasa terima kasih kepada Komjen. Pol. (Purn.) Dr. Drs. H. Mochamad Iriawan, S.H., M.M., M.H, dan Hashim Sujono Djojohadikusumo atas dukungannya.
Tujuan Konsolidasi Garda Nusantara Jaya
Konsolidasi ini bertujuan untuk menyiapkan program kampanye yang komprehensif di seluruh wilayah, hingga ke tingkat cabang dan ranting, guna memastikan semua elemen bergerak bersatu demi memenangkan Prabowo Gibran dalam satu putaran.
Hasil dari konsolidasi ini menetapkan program kampanye di setiap wilayah provinsi dan kabupaten/kota untuk segera dilaksanakan. Program tersebut mencakup pasar murah rakyat, pentas seni dan budaya, senam kebugaran bersama, jalan sehat, kompetisi olahraga pencaksilat, dan tim kampanye media sosial.
Dari hasil pendataan awal, jumlah relawan Garda Nusantara Jaya melebihi 1 juta orang, dengan proses pendataan yang masih berlangsung di setiap provinsi dan wilayah seiring dengan pelaksanaan program kampanye. Kami mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk mendukung pasangan Prabowo Gibran guna memastikan kelanjutan pembangunan yang telah dilakukan oleh Presiden Jokowi, yang telah membawa Indonesia mendapatkan penghormatan dunia.
Garda Nusantara Jaya juga telah melaksanakan program kampanye dengan membagikan makanan gratis di sekitar posko, mendistribusikan ribuan kaos, stiker, dan kalender yang diperoleh dari iuran swadaya internal organisasi relawan. Konsolidasi ini juga dilakukan sebagai respons terhadap Debat Capres ke-3 pada Minggu (7/1/23).
Garda Nusantara Jaya menilai bahwa debat tersebut seolah telah terjadi persekongkolan antara Capres 01 Anies Baswedan dan Capres 03 Ganjar Pranowo untuk menyerang pribadi, bukan lagi adu gagasan. Hal ini dianggap sebagai tontonan yang tidak bermutu dan memberikan contoh yang tidak baik bagi masyarakat Indonesia.
Organisasi ini menegaskan bahwa demokrasi Indonesia mengalami kemunduran, dan sebagai negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai luhur budaya bangsa Indonesia, Garda Nusantara Jaya berkomitmen untuk memperkuat Gerakan Warga Garuda.
Untuk informasi lebih lanjut, silakan hubungi:
Rudiyana Supriadi
Ketua Umum
081220820575
Garuda-ri1.com
Nasional
Alasan Memilih SMA Sebagai Pertimbangan Calon Siswa
Saat duduk di bangku kelas 9 SMP, kamu akan dihadapkan dengan beberapa pilihan. Seperti setelah lulus SMP akan melanjutkan pendidikan di SMA, SMK atau MA. Jika kamu ingin memilih untuk melanjutkan pendidikan di SMA tetapi belum seratus persen yakin sebaiknya mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang SMA. Sebab, ada banyak alasan masuk SMA yang bisa kamu jadikan pertimbangan agar semakin yakin.
6 Alasan Memilih SMA sebagai Pertimbangan Calon Siswa
Inilah beberapa alasan memilih SMA untuk pendidikan lanjutan setelah SMP:
1. Lebih Banyak Mempelajari Teori
Alasan yang pertama yaitu siswa SMA lebih banyak mempelajari teori. Hampir semua mata pelajaran yang dipelajari pasti ada teorinya. Dimana teori yang dipelajari bersifat umum dan masih sangat luas. Ini dikarenakan lulusan SMA tidak dipersiapkan untuk langsung terjun di dunia kerja.
Jika kamu ingin memperdalam salah satu bidang yang disukai berarti harus melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, misalnya kuliah di perguruan tinggi. Setelah lulus kuliah sudah siap untuk langsung terjun di dunia kerja dan bekerja di tempat yang diinginkan.
2. Materi Pelajaran yang Dipelajari Lebih Luas
Di SMA hanya terdapat tiga pilihan jurusan yaitu IPA, IPS dan Bahasa. Dimana masing-masing jurusan akan mempelajari materi pelajaran yang lebih luas dan detail. Ada banyak aspek yang akan dipelajari oleh ketiga jurusan ini.
Misalnya kamu mengambil jurusan IPS maka aspek pembelajaran yang akan dipelajari mencakup ekonomi, akuntansi, sosiologi, geografi, sejarah dan sebagainya. Sedangkan jurusan IPA akan mempelajari materi pelajaran Kimia, Fisika, Biologi dan Matematika.
3. Peluang Masuk Perguruan Tinggi Lebih Besar
Dikarenakan lulusan SMA tidak dipersiapkan untuk langsung terjun di dunia kerja dengan bidang yang spesifik, maka peluang untuk masuk di perguruan tinggi menjadi lebih besar. Ada banyak jurusan yang tersedia untuk lulusan SMA yang bisa dipilih, seperti kedokteran, kedokteran gigi, farmasi, agroteknologi, hukum, akuntansi dan sebagainya.
Jika memang kamu memiliki keinginan untuk melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi, disarankan untuk memilih SMA ditimbang lainnya.
4. Memiliki Banyak Waktu untuk Mengikuti Organisasi
Alasan berikutnya yaitu kamu memiliki banyak waktu untuk mengikuti organisasi yang ada di sekolah. Mengikuti kegiatan organisasi seperti OSIS ataupun ekstrakurikuler tentu akan memberikan banyak manfaat dan pengalaman. Memiliki banyak waktu luang alangkah lebih baik dimanfaatkan untuk ikut organisasi di sekolah.
Ikut dan aktif di organisasi maupun ekstrakurikuler, tidak hanya akan menambah pengalaman dan pengetahuan saja tetapi juga akan membantu meningkatkan kreativitas dan melatih mental.
5. Biaya Lebih Ringan
Salah satu alasan kenapa kamu harus sekolah di SMA adalah biayanya jauh lebih ringan dibandingkan SMK. Pasalnya di SMA tidak banyak praktik sehingga tidak ada biaya untuk membayar kegiatan tersebut. Dimana siswa SMA hanya perlu membayar uang semester dan SPP bulanan dengan biaya yang sangat terjangkau.
Oleh karena itu, uang yang dimiliki bisa dialokasikan untuk hal lainnya. Seperti membeli buku penunjang pembelajaran, membayar les, mengikuti kursus bahasa inggris dan untuk keperluan lainnya.
6. Prospek Lulusan SMA
Meski tidak dipersiapkan untuk langsung bekerja, tetapi prospek lulusan SMA cukup menjanjikan. Dikatakan menjanjikan karena setelah lulus tetap bisa langsung bekerja. Bagi yang melanjutkan kuliah di perguruan tinggi bisa memperdalam bidang ilmu yang disukai agar bisa mendapatkan pekerjaan yang tepat dan sesuai keinginan. Dalam hal ini berarti lulusan SMA bisa lanjut kuliah maupun bisa langsung bekerja.
Itulah 6 alasan memilih SMA sebagai pertimbangan calon siswa. Diharapkan dengan informasi diatas membuat kamu semakin yakin untuk melanjutkan sekolah di bangku SMA. Jika sudah yakin pastikan untuk memilih SMA favorit.
Apabila kamu sedang mencari SMA favorit, SMA Dwiwarna (boarding school) merupakan pilihan yang tepat. Alasannya karena salah satu Islamic Boarding School ini memiliki guru berkualitas dan menyediakan fasilitas penunjang pendidikan yang sangat lengkap. Selain itu, juga sudah memiliki akreditasi A (98).
Baca juga: Fakta Menarik Tentang Seragam Sekolah Cewek Jepang
Nasional
Jokowi Terima Perwakilan KAHMI Di Istana Kepresidenan Bogor
GarudaCitizen – Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) menerima Majelis Nasional Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, pada Jumat (30/09/2022). Koordinator Presidium Majelis Nasional KAHMI Ahmad Doly Kurnia Tandjung menjelaskan bahwa perwakilan KAHMI mengundang Presiden untuk hadir dalam musyawarah nasional (munas) yang akan dilaksanakan pada bulan November mendatang.
“Korps Alumni Perhimpunan Mahasiswa Islam atau KAHMI akan melaksanakan munas nanti pada tanggal 24 sampai 27 November 2022. Tadi kami sudah mendengarkan kesediaan beliau (Presiden) untuk hadir di Palu, Sulawesi Tengah untuk membuka acara KAHMI,” ujar Ahmad Doly.
Selain itu, menurut Ahmad Doly, Presiden Jokowi juga memberikan sejumlah arahan terkait peran KAHMI ke depan untuk turut berkontribusi dalam pembangunan nasional.
“Tadi juga kami sudah mendapatkan arahan dan bimbingan tentang peran-peran KAHMI ke depan, sehingga bisa memberikan kontribusi terbaik juga buat pembangunan,” lanjutnya.
Pada pertemuan tersebut, Presiden juga menggambarkan situasi sulit yang sedang dihadapi Indonesia bahkan dunia saat ini. Pemerintah bersyukur Indonesia termasuk salah satu negara yang dinilai cukup baik dalam menangani pandemi Covid-19 dan memulihkan perekonomian nasional.
Meski demikian, lanjut Ahmad, Presiden berharap agar seluruh elemen bangsa, termasuk KAHMI, dapat terus bersinergi untuk mempertahankan situasi tersebut. Presiden juga mendorong KAHMI untuk ikut berkontribusi dalam kemajuan Indonesia di masa yang akan datang.
“Tadi pesannya Pak Presiden adalah agar kita (KAHMI) bisa ikut juga menjelaskan kepada masyarakat tentang situasi ini dan kemudian berupaya untuk bisa terus bangkit untuk kemajuan Indonesia di masa yang akan datang,” imbuhnya.
Turut mendampingi Presiden dalam pertemuan tersebut yakni Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia. (Redaksi)
-
Daerah9 tahun ago
Beredar Foto Seronok di Duga Siswi SMK Kandeman Kabupaten Batang
-
Sejarah9 tahun ago
Sejarah Bahasa Indonesia Dan Asal-Usulnya
-
Opini9 tahun ago
Umat Islam Diambang Kehancuran?
-
Dunia5 tahun ago
Ternyata ini rahasia utama belut listrik bisa keluarkan listrik mematikan
-
Internet5 tahun ago
Apa Itu Bisnis RT RW Net? Prinsip Dasar dan Potensinya
-
Seni Tari9 tahun ago
Tari Topeng Cirebon dan Makna Dibaliknya
-
wisata5 tahun ago
Perbedaan Bunga Rafflesia dan Bunga Bangkai | Bengkulu
-
Nasional8 tahun ago
Kenapa Sari Roti Diboikot? Karena Membongkar Kebohongan Mereka
You must be logged in to post a comment Login