Daerah
GEMA WASBI Bengkulu Tolak Calon Gubernur Poligami
Seiring dengan semakin dekatnya proses pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (PILKADA) di Provinsi Bengkulu, intensitas perhatian masyarakat pun semakin fokus pada proses perebutan kekuasaan itu. Sosok calon, saat ini tak lepas mendapat perhatian lebih. Baik secara kredibilitas maupun track record Calon Gubernur itu sendiri.
Masalah krusial yang mendapat sorotan serius yakni tentang Calon Gubernur yang berpoligami. Hal itu setidaknya dilakukan oleh Organisasi Masyrakat (ORMAS) Gema Wasbi Bengkulu (16/9) dengan cara menggelar orasi di Simpang Lima, titik sentral Kota Bengkulu.
Dalam orasi tersebut, menurut GEMA WASBI Bengkulu, poligami mendesriminasikan kaum perempuan dan manifestasi kekerasan pada perempuan, anak dan salah satu pemicu pidana korupsi.
Mereka secara tegas menolak calon kepala daerah (cakada) yang berpoligami. Saat menggelar aksi, puluhan IRT yang sebagian mengenakan masker tersebut membawa spanduk bertuliskan: “Anti Poligami. Kami menolak Calon Gubernur yang Banyak istri dan Kawin-Cerai”.
Dalam aksi itu, massa mengimbau masyarkat dan para perempuan untuk memboikot calon kepala daerah yang berpoligami serta melakukan diskriminasi terhadap perempuan.
“Poligami adalah bentuk legalitas penyaluran hawa nafsu dan cenderung merendahkan martabat perempuan dan pemicu terjadinya kekerasan terhadap anak. Maka dari itu, kita mengimbau agar memboikot calon kepala daerah yang berpoligami,” kata koordinator lapangan (korlap), Jevi Sartika.
Aksi yang berlangsung sekira satu jam tersebut mendapat pengawalan ketat dari petugas kepolisian. Aksi itu sempat membuat arus lalu lintas terganggu dan menjadi pusat perhatian pengendara, baik roda dua maupun empat.
Menurut Jevi, Budaya Patriarki yang kuat membuat poligami tetap eksis. Sistem hukum dan politik yang didominasi laki-laki semakin memberi peluang poligami merajalela. Atas nama apapun poligami tidak lebih legalisasi penyaluran nafsu. Semua adalah pengentalan dan pemapanan superioritas laki-laki, dan bahwa laki-laki adalah pemilik perempuan.
Undang-undang perkawinan yang saat ini diterapkan pemerintah Indonesia secara nyata dan tegas mendeskriminasi perempuan, salah satu pasalnya memperbolehkan suami untuk beristeri lebih dari satu dengan syarat tertentu. Pasal tersebut merupakan pasal terfokus pada pada suami/laki-laki. Pasal ini jelas berkacamata patriarki, macho dan maskulin, sama sekali tak peduli pada istri, pada anak apalagi melindungi perempuan dan menjamin hak istri/perempuan.
Poligami tak hanya terjadi di kalangan pejabat tetapi di semua lapisan masyarakat segala macam strata sosial. Karena poligami merupakan keputusan sepihak dari suami ketika isteri tidak mempunyai keberanian untuk menolak (dan tak punya kekuatan untuk melawan) disebabkan: budaya patriarki, agama, ketergantungan ekonomi maka kebanyakan poligami menyebabkan kekerasan pada perempuan dan anak baik fisik maupun psikis.
“sesunguhnya tidak ada perempuan yang rela berbagi, dan tidak ada laki-laki yang benar-benar adil. Apapun alasanya poligami tidak lebih dari legalisasi penyaluran nafsu laki-laki. Zaman sekarang poligami tidak lagi mengangkat derajat perempuan tetapi malah merendahkan,”tegas Jevi, dengan berapi-api.
Pada bagian akhir, Jevi menambahkan, ia menilai poligami dan korupsi adalah lingkaran setan yang tidak dapat dipisahkan.
Punya istri lebih dari satu, tidak cukup hanya kuat onderdil, tapi juga materil. Nah untuk praktisi poligami dari kalangan pemangku kekuasaaan (pemimpin), hal itu mendorongnya dia menyalagunakan kekuasaan alias korupsi. Petinggi KPK Adnan Pandu Praja perna mengingatkan, banyak pejabat korupsi karena dorongan isteri, itu baru satu isteri. Kalau isterinya sepuluh, makin kuat lagi dorongan untuk korupsi.
“Kami dari Gema Wasbi Bengkulu, secara tegas menolak calon kepala daerah yang berpoligami,” pungkas Jevi.
Nah, yang menjadi persoalan dari hanya dua pasang calon Gubernur Provinsi Bengkulu yang maju ke kancah pertarungan pilkada tersebut, siapakah pelaku poligami dimaksud?
You must be logged in to post a comment Login