Connect with us

Nasional

Demo 4 November: Makar gagal pada hari lebaran kuda

Published

on

demo 4 nov

Pada demo yang bertepatan dengan hari lebaran kuda kemarin, tepatnya setelah sang mentari tertidur di ufuk barat, aksi drama teror pun segera dimulai. Pemanasan aksi teror sebenarnya sudah dimulai menjelang sore hari. Akan tetapi, para teroris berusaha komit dengan kesepakatan bersama mereka dengan EO Demo profesional siang. Itulah sebabnya mereka menunggu hingga kegelapan memeluk Istana Negara untuk memulai aksi mereka.

Seperti diketahui, jadwal waktu Demo adalah hingga sampai jam 18.00 sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku. Ketika waktu Istana menunjukkan pukul 18.00, “Sertijab” pun dimulai. Tim manajemen EO Demo siang dengan Rubicon dan mobil mewah lainnya, segera meninggalkan “tekape.” Dalam waktu satu jam, mereka sudah berendam didalam “bathtub jacuzzi” di hotel mewah untuk melemaskan otot-otot mereka yang tegang.

Pendemo damai warga Jakarta pun sudah mulai pulang kerumah mereka masing-masing. Akan tetapi, belasan ribu “pendemo luar kota” dalam keadaan cape, lapar, haus dan far away from home, tidak tahu mau tidur dimana atau harus berbuat apa. Mereka kini dalam keadaan “siap saji” untuk di provokasi. Mungkin juga sebagian dari mereka belum menerima honor, atau honor mereka disunat oleh korlap.

Kondisi ini mirip dengan ketika Inggris meninggalkan tanah Palestina pada 1947 lalu. Inggris melenggang begitu saja dengan meninggalkan senjata dan amunisi, yang lalu dimanfaatkan kaum Yahudi yang main mata dengan Inggris. Akibatnya perang saudara antara Yahudi-Arab di Palestina belum berahir juga hingga kini.

Ketika Indonesia kalah dalam referendum Habibie pada tahun 1998 lalu, TNI melenggang meninggalkan persenjataan di Timor Leste. Akibatnya kaum Milisi menghajar saudaranya sendiri dan membakar kota-kota di Timor Leste. Tidak ada yang menyadarinya, skenario seperti itulah yang akan dilaksanakan pada hari lebaran kuda kemarin!

Tidak tanggung-tanggung, yang menjadi sasaran adalah Istana Presiden! Terlepas dari presiden itu disukai atau dibenci, Istana Presiden bukan milik pribadi seorang presiden. Istana Presiden adalah lambang Negara simbol representatif rumah rakyat Indonesia. Kini Istana itu hendak dibakar, dikuasai dan diinjak-injak sebagai simbol telah dikuasainya kekuasaan negara oleh sekelompok orang.

Ini jelas sebuah perbuatan makar untuk menumbangkan kekuasaan, disaat presiden sengaja dibuat tertahan oleh massa, untuk mencegah agar presiden tidak bisa masuk ke Istananya sendiri. Dengan demikian ketika Istana sudah dikuasai, mereka akan mengatakan kepada masyarakat bahwa presiden telah melarikan diri karena tekanan rakyat!

Tentu saja petinggi TNI-Polri sangat paham akan strategi ini. Mereka berusaha bersikap persuasif dan menahan diri. Syukurlah keadaan bisa terkendali. Masyarakat tidak mau terprovokasi karena niat mereka adalah hanya untuk menyampaikan pendapat mereka saja, bukan untuk berbuat anarkis. Akibatnya gampang ditebak. Wajah para perusuh jelas terlihat. Akan tetapi mereka itu hanyalah pion lapangan saja.

Demikian juga dengan aksi pengrusakan, pembakaran dan penjarahan besar-besaran dibeberapa tempat di Jakarta yang berahir gagal karena aparat memang sudah siap sedia mengantisipasinya. Kita memang menyayangkan dan berempati kepada dua mini market yang dijarah. Akan tetapi itu tadi, kalau tidak ada penjarahan itu, masyarakat tentu tidak akan percaya akan adanya skenario penjarahan besar-besaran dibalik demo akbar kemarin.

Teroris ini memang sengaja berbuat keji dengan menumpang pada demo damai warga. Mereka tidak perduli dan tidak ada urusan dengan Ahok! Urusan mereka jauh lebih besar. Mereka tidak tertarik kepada Balai kota. Sasarannya adalah Istana Presiden, Istana Negara! Ahok adalah urusan Rizieq Rubicon, pendemo berbayar naik bis, media dan pendemo damai penista agama.

Anggota teroris ini memang pendemo berbayar juga, tetapi mereka ini naik kereta bukan naik bis. Mereka ini jumlahnya tidak banyak, tapi mereka ini jawara dari jauh, dari Jawa Timur. Padahal pendemo siang paling jauh dari kawasan sekitar Cirebon saja. Kalau sudah begini, maka para pelaku demo damai kemarinlah yang akan dipersalahkan. Masyarakat akan diadu domba dengan memakai isu yang sangat sensitif, yaitu agama.

Kita ahirnya hanya bisa bersyukur, skenario Tim provakator gagal total karena dua hal yang sangat penting. Pertama, kesiapan aparat yang memang sudah mengantisipasinya. Kedua, kita bolehlah berbangga hati, masyarakat kita memang sudah semakin dewasa kematangan berpolitiknya. Mereka sudah semakin pintar melihat “serigala berbulu domba” yang berkeliaran diantara mereka. Mereka tidak mau lagi diprovokasi para penghasut.

Terlepas dari segala ketidaknyamanan yang ditimbulkannya kita harus mensyukuri demo ini berahir dengan damai. Kita juga harus berterimakasih kepada Habib Rizieq yang telah berkomitmen menjaga kedamaian demo ini hingga pukul 18.00. Walaupun dia tahu siapa pelaku demo malam, hal itu bukanlah tanggung jawabnya.

Banyak kalangan menuduh demo damai ini akan rusuh. Ada yang menuduh Habib Rizieq akan memprovokasi warga dan merusak taman. Padahal Rizieq terlihat happy, berdiri diatas “Panggung mobile” tinggi diatas tanah, dan tak mungkin menginjak-injak taman! Hanya wajah Fadli Zon dan Fahri Hamzah, wakil ketua DPR dari partai independen itu saja yang selalu tegang. Ahirnya mereka berdua kecewa, Demo berjalan tidak sesuai dengan skenario semula!  Demo damai pada lebaran kuda kemarin ahirnya membersihkan nama seorang Habib Rizieq .

Sebelumnya ada yang menuduh Prabowo berada dibelakang demo lebaran kuda. Padahal sebelum lebaran kebo pun Prabowo sudah menentukan sikap. Kalau suka dia katakan suka. Kalau tidak suka dia katakan tidak suka. Apakah Prabowo berteman dekat dengan Jokowi? Tentu saja tidak! Akan tetapi dia seorang gentleman bukan seorang pengecut! Kepentingan nasional dan rakyat banyak jelas berada diatas kepentingan pribadi. Dalam hal ini, para mantan seharusnya belajar kepada seorang Prabowo!

Kini semuanya telah terang benderang. Pemerintah sudah mulai bisa mengidentifikasi dimana posisi orang per orang. Orang-orang yang dulu pernah memanfaatkan demo mahasiswa demi kepentingan pribadi, sehingga mereka itu disebut pahlawan-pahlawan reformasi, kini ingin mengulanginya sekali lagi.

Mereka ini sebenarnya sudah sepuh. Tapi para mantan tidak tau diri ini mengidap penyakit “Post power syndrome” kronis, yang bahkan dalam mimpi ditidurnya pun, masih memaki dan menghasut orang lain! Mereka yang suka melanggar “nazarnya” ini lalu bersekutu dengan para pengecut barisan sakit hati untuk terus merongrong pemerintah.

Kalau sudah begini pemerintah memang harus bertindak tegas kepada mereka ini. Para mantan ini memang sebaiknya ngemong cucu saja dirumah, sambil sering-sering berzikir, dan tak usah lagi ikut-ikutan dengan urusan demo anak muda yang banyak makan pikiran dan tenaga itu…

Garuda Citizen truly of Indonesia » politik, hukum, sosial, wisata, budaya, dan berbagai berita peristiwa menarik dan penting untuk dibaca.